Di awal abad ke-18, Jepang dilanda kekacauan. Pada masa itu, istana Shogun yang berada di Edo (sekarang Tokyo), marak dengan pameran kemewahan, korupsi, serta pesta-pora di kota tua Kyoto. Sama sekali jauh dari aturan sosial. Kesenian makin berkembang; teater populer mulai lahir. Dengan makin berkuasanya klas pedagang, masa itu juga merupakan awal dari berakhirnya pengaruh prajurit bayaran, atau samurai. Hilangnya pengaruh ini sangat mereka rasakan, terutama karena para samurai sangat membenci segala bentuk usaha yang bertujuan mencari keuntungan.
Di tengah perubahan yang membingungkan itu, kekacauan sering muncul. Kekacauan utama terjadi akibat petani dikenakan pajak di luar batas kemampuan mereka oleh Shogun, penguasa di seluruh Jepang. Samurai jarang sekali menimbulkan kekerasan, suatu sikap yang merupakan bentuk penghormatan atas tingginya latihan serta disiplin mereka.
Namun bahkan seorang samurai pun memiliki batas kesabaran. Khususnya bagi seorang daimyo muda yang terpaksa harus berurusan dengan tradisi istana yang sama sekali tak bermanfaat.
Peristiwanya terjadi di Edo tahun 1701. Dalam keadaan marah dan kecewa, Lord Asano dari Ako menyerang seorang pejabat istana yang korup sehingga memicu serangkaian peristiwa yang berakhir dengan balas dendam paling berdarah dalam sejarah kekaisaran Jepang. Rangkaian peristiwa ini mengejutkan seluruh negeri sehingga Shogun pun menghadapi kebuntuan hukum dan moral. Ketika semuanya berakhir, Jepang memiliki pahlawan baru yaitu empat puluh tujuh ronin (mantan samurai) dari Ako.
Fakta sejarah atas tindakan mereka sangat jelas; tapi keterangan rinci tentang peristiwa itu sangat kabur. Berbagai versi telah dikisahkan dalam bentuk lagu, cerita, drama dan film.
Buku ini dimaksudkan untuk menyampaikan sebuah catatan tentang apa yang mungkin terjadi di masa itu, ketika Jepang dikucilkan oleh dunia dan tradisi lama masih mengatur kehidupan manusia.
Di tengah perubahan yang membingungkan itu, kekacauan sering muncul. Kekacauan utama terjadi akibat petani dikenakan pajak di luar batas kemampuan mereka oleh Shogun, penguasa di seluruh Jepang. Samurai jarang sekali menimbulkan kekerasan, suatu sikap yang merupakan bentuk penghormatan atas tingginya latihan serta disiplin mereka.
Namun bahkan seorang samurai pun memiliki batas kesabaran. Khususnya bagi seorang daimyo muda yang terpaksa harus berurusan dengan tradisi istana yang sama sekali tak bermanfaat.
Peristiwanya terjadi di Edo tahun 1701. Dalam keadaan marah dan kecewa, Lord Asano dari Ako menyerang seorang pejabat istana yang korup sehingga memicu serangkaian peristiwa yang berakhir dengan balas dendam paling berdarah dalam sejarah kekaisaran Jepang. Rangkaian peristiwa ini mengejutkan seluruh negeri sehingga Shogun pun menghadapi kebuntuan hukum dan moral. Ketika semuanya berakhir, Jepang memiliki pahlawan baru yaitu empat puluh tujuh ronin (mantan samurai) dari Ako.
Fakta sejarah atas tindakan mereka sangat jelas; tapi keterangan rinci tentang peristiwa itu sangat kabur. Berbagai versi telah dikisahkan dalam bentuk lagu, cerita, drama dan film.
Buku ini dimaksudkan untuk menyampaikan sebuah catatan tentang apa yang mungkin terjadi di masa itu, ketika Jepang dikucilkan oleh dunia dan tradisi lama masih mengatur kehidupan manusia.
0 komentar:
Posting Komentar